Cerita Seorang Muallaf (dikutip dari sebuah video di internet)

  Kisah ini bercerita tentang seorang muallaf asal Australia. Sebelum menjadi seorang muslim orang ini bernama Ruben. Suatu ketika Ruben mengalami rangkaian kejadian yang menyisakan kesedihan begitu mendalam buat dia. Orang tuanya bercerai, kemudian diia mengalami 2 kali kecelakaan mobil dalam 2 minggu, di tempat terpisah teman baiknya meninggal dan kemudian disusul oleh anjingnya. Banyak orang barat berkata, "Dog is men best friend" dan kematian anjing bagi majikannya kadang-kadang merupakan sebuah kesedihan yang luar biasa buat mereka. Mulai dari rangkaian kesedihan itulah Ruben memulai pertanyaan spiritualnya, dia mulai bingung untuk apa kehadirannya di dunia ini, mengapa dia tidak duduk sendirian saja mengurung diri, menonton tv, makan, tanpa peduli apapun di sekelilingnya. Akhirnya Ruben memulai petualangannya untuk mencari tahu agama yang bisa menjelaskan pertanyaan-pertanyaan dia.
  Sebagai seorang Australia, Ruben memulai langkahnya dengan mencari tahu tentang agama kristen. Apa yang ia alami ketika masuk gereja dia gambarkan sebagai rangkaian penuh alunan musik dan kemudian orang-orang mulai mendatangi dia dan memberi tahu bahwa betapa tuhan mencintai dia. "Tuhan mencintaiku? Anjingku baru saja mati dan tuhan mencintaiku?", Ruben berkata di dalam hatinya. Setiap jawaban dari orang-orang di gereja tidak memberi ia kepuasan, mereka hanya menjawab berdasarkan opini mereka tanpa menyandarkan diri pada dasar-dasar kristiani. Pendapat dari seorang pastor di satu gereja tentang kristen selalu berbeda dengan pendapat pastor di tempat lain. "Terlalu banyak pendapat yang berbeda untuk satu agama saja", pikir Ruben. Ia merasa ini bukanlah agama yang ia cari, dan ia melanjutkan petualangannya.
  Seorang teman Ruben adalah penganut agama Hindu. Ruben bertanya tentang agama ini pada temannya tersebut. "Ada apa dengan patung berkepala gajah itu?"
"Itu adalah ganesha, dewa yang kami sembah".
"Mengapa kepala gajah? Mengapa kalian tidak memilih kepala singa yang tentu saja akan terlihat jauh lebih keren?"
Ruben pun tidak puas dengan agama Hindu, banyak hal yang mengganjal di hatinya yang tidak bisa terjawab. Ia pun melanjutkan pencariannya.
  Kali ini Ruben mendekati agama Buddha. Mereka tidak minum bir, mereka tidak bermain wanita. Ruben merasa mereka hidup di dunia yang sangat tenang. Tapi semakin Ruben memperhatikan, semakin dia menyadari bahwa ini bukanlah suatu agama tuhan yang ia cari, ini hanyalah sebuah cara yang indah untuk menjalani hidup.
  Setelah Ruben bertualang untuk bertanya-tanya tentang beberapa agama, akhirnya teman baik Ruben yang seorang kristiani bertanya ke Ruben, "Apa saja agama yang sudah kau pelajari? Bagaimana dengan Islam?".
"Apa, Islam? Mereka teroris! Mereka gila! Untuk apa aku mempelajari agama mereka" jawab Ruben.
Suatu hari Ruben tiba-tiba berjalan ke sebuah masjid. Dia masuk masih menggunakan sepatu di kakinya. Ruben masuk dengan lurusnya, dia melewati seorang muslim yang sedang solat, ada lagi seorang muslim yang sedang sujud yang hampir saja kepalanya terinjak oleh Ruben. Ruben benar-benar tidak tahu apa yang sedang ia lakukan. Dari jauh ia melihat sesosok tinggi besar, berpakaian gamis dan berjenggot sangat tebal datang kearahnya. Yang bisa Ruben pikirkan saat itu, "Yap, ini dia datang. Aku akan mati disini hari ini. Aku seorang orang asing yang datang sendirian ke tempat para arab. I'm a dead man!". Tapi subhanalloh, apa yang dikatakan orang itu pertama kali kepada Ruben benar-benar berbeda dengan yang ia bayangkan, "Good day mate, how it going? (Selamat pagi kawan, bagaimana kabarmu?)". Ruben benar-benar kaget dengan keramahannya. Tidak hanya sampai disitu, Ruben dijamu dengan biskuit dan teh, dia tidak pernah merasakan kehangatan dan keramahan yang ia terima seperti ini sebelumnya. Ketika mereka duduk bersama Ruben mulai bertanya tentang pertanyaan-pertanyaan yang ia tanyakan sebelumnya kepada pendeta, pastor, biksu dan lainnya. Hal yang membuat Ruben sangat kagum adalah, setiap ia bertanya mereka tidak hanya sekedar menjawab, mereka akan membuka alQuran dan menunjukkan bagian yang akan menjawab pertanyaan Ruben tadi. Every single time. Ruben pun mulai menanyakan pertanyaan-pertanyaan berat, 'Mengapa harus berhijab?', 'Mengapa lelaki bisa punya 4 istri sedangkan wanita tidak?' dan tetap mereka akan membuka alQuran dan memperlihatkan jawabannya kepada Ruben, mereka tidak pernah menjawab dengan pendapat mereka sendiri. Hal ini mulai membuat Ruben kesal, mereka selalu bisa menjawab dengan mengesampingkan pendapat mereka.
  Sudah beberapa hari berjalan dan Ruben berkunjung lagi ke mesjid untuk ke sekian kalinya, dan akhirnya Ruben menanyakan ''Bagaimana pendapatmu tentang masalah ini? Mengapa engkau tidak pernah mengutarakan pendapatmu sendiri?". Kemudian salah satu orang di masjid menjawab, "Tentu saja aku tidak akan bisa berpendapat ketika terdapat kata-kata Tuhan tentang masalah tersebut.." Subhanalloh, perkataan tersebut benar-benar membuat Ruben tergetar. Ruben pun meminjam sebuah alQuran dan ia baca dengan seksama. Kata demi kata terlewati bukan bagai membaca buku biasa, namun terasa seperti seseorang memberikan ia perintah, seseorang memberikan ia petunjuk.
  Akihrnya suatu malam Ruben memutuskan untuk mengalami sebuah malam spiritual. Ia bahkan mencoba menyalakan lilin, membuka jendela dan tirainya. Malam itu adalah malam musim panas di Melbourne. Ruben sudah bulat, inilah agamanya, inilah yang tepat. Dia sudah meneliti fakta secara spiritual dan juga secara sains, dimana gunung adalah penyangga bumi, bagaimana embrio berkembang dalam janin wanita, semuanya adalah bukti yang menakjubkan buat Ruben. Namun ia masih butuh dorongan. Ia merasa ia seperti di ujung lembah dimana ia siap untuk terjun, namun dia butuh seseorang mendorong dia untuk terjun. Ia mulai menjalani malam itu, ia membaca alQuran. Seketika ia berhenti dan berkata dalam hatinya, "Alloh, inilah saatnya, inilah momen dimana aku akan masuk ke dalam Islam, dan yang aku butuhkan hanyalah tanda dari engkau, cukup tanda kecil, tidak usah besar-besar, cukuplah tanda kecil. Mungkin berupa sebuah kilat dan kemudian sebagian rumahku ambruk. Atau apapun itu, tanda yang kecil saja. Ayolah, engkaulah yang menciptakan bumi". Ruben diam kembali, ia menunggu tanda-tanda yang akan diberikan. Ia melihat lilin yang ada dan berharap apinya akan membesar setinggi 4 meter seperti di film-film. "Oke, ayolah!". Ruben menunggu tapi tidak ada yang terjadi, benar-benar tidak ada sesuatupun yang terjadi, absolutely nothing. Ruben sangat-sangat kecewa, sambil duduk ia berkata, "Alloh, inilah kesempatanmu! Aku menunggu disini, aku tidak akan kemana-mana. Yaa mungkin kau sedang sibuk, kau sedang mengatur dunia, banyak hal terjadi sekarang. Cukup tanda kecil saja! Lupakan tentang rumah ambruk atau api lilin 4 meter, mungkin tanda kecil seperti burung bisa kentut di luar sana, aku tidak peduli, apapun itu, ayolah!" Ia siap menangkap tanda apapun, bahkan tembok yang terkelupas pun siap dia sadari. Ruben diam dan sama sekali tidak ada yang terjadi, absolutely nothing. Ruben sangat kecewa, ia berpikir, "Ini benar-benar pilihan terakhirku, Islam. Namun aku tetap tidak bisa menemukan tanda untuk yakin memasukinya..". Dalam rasa sedihnya ia membuka kembali alQuran, dan subhanalloh, apa yang ia temukan di ayat yang ia baca seketika itu. "Untuk kalian yang meminta petunjuk, tidakkah telah Kami tunjukkan? Lihatlah disekitarmu. Lihatlah bintang-bintang. Lihatlah matahari. Lihatlah air. Inilah tanda-tanda untuk orang yang berpengetahuan. (QS 2:164)"


  Ruben ketakutan, ia menyembunyikan kepalanya, ia bahkan berpura-pura tidur, setakut itu dia. Ia sadar betapa sombongnya dia meminta tanda untuk dirinya sendiri sementara di sekeliling dia sudah terdapat tanda-tanda sekian lama. Ruben menyadari, kenyataan bahwa ada dunia ini, kenyataan bahwa ada mahkluk-mahkluk ciptaan-Nya adalah tanda-tanda yang tidak bisa ia pungkiri lagi. Keesokan harinya ia memutuskan untuk menjadi seorang muslim, "Sudah bulat, aku akan bersyahadat!". Ia mengunjungi masjid sebelumnya, ia akan bersyahadat. Namun Ruben sama sekali tidak tahu apa yang harus ia ucapkan, apa kata-katanya. Hari itu adalah malam pertama Romadhon. Ia masuk ke dalam masjid, dan ia baru menyadari di dalamnya terdapat sekitar 1000 orang muslim. "Wow, lihatlah agama ini, lihatlah betapa kuatnya mereka!". Selang beberapa lama ia mulai dituntun untuk mengucapkan syahadat. Ia sangat takut, orang-orang di sekeliling dia menatapnya sangat dalam, dia merasa salah dalam mengucapkan kalimat ini akan berakibat sangat buruk untuknya. Namun subhanalloh, seketika ketika ia mulai mengucapkan kalimat syahadat, rasa takutnya runtuh, seketika pikirannya dijernihkan dan dibersihkan. Seketika itu pula orang-orang disekitarnya mulai berteriak, 'Takbir! Allohu Akbar!' dan orang-orang mulai mendatangi dia, menciumi dia, memeluki dia. Dihari itu ia merasa sangat bahagia, dalam sekejap waktu ia telah mempunyai beribu-ribu saudara seiman, lebih dari yang bisa ia bayangkan. Ia tak pernah melihat ke belakang lagi, dan ia berganti nama menjadi Abu Bakr.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Saudara se-Kosan

Bring Your Own Cloud!

Pentingkah Mengikuti Perkembangan Teknologi?